Kamis, 22 Mei 2008

SHALAT JUM'AT

Apa pendapat Anda mengenai keikutsertaan dalam shalat Jum'at, padahal kita hidup pada masa kegaiban Imam Al-Hujjah (as). Dan jika ada orang-orang yang tidak meyakini keadilan (adalah) imam Jum'at, apakah taklif mereka untuk bergabung dalam shalat Jum'at gugur atau tidak?
JAWAB:
Shalat Jum'at, meskipun pada zaman ini, bersifat wajib takhyiri dan tidak wajib menghadirinya. Namun, mengingat manfaat-manfaat dan pentingnya kehadiran dalam shalat Jumat, maka tidak sepantasnya bagi orang-orang mukmin menjauhkan diri mereka dari berkah-berkah keikutsertaan dalam shalat semacam ini hanya karena meragukan keadilan imam Jum'at, atau alasan-alasan rapuh lainnya.

Apa arti "wajib takhyiri" dalam masalah shalat Jum'at?
JAWAB:
Artinya ialah bahwa seorang mukallaf dalam melaksanakan kewajiban (faridhah) pada hari Jum'at boleh memilih antara melakukan shalat Jum'at dan shalat dhuhur.

Apa pendapat Anda tentang (orang yang) tidak bergabung dalam shalat Jum'at karena tidak peduli ?
JAWAB:
Tidak hadir dan tidak ikut serta dalam shalat Jum'at yang merupakan aktifitas ritual-politik karena tidak peduli tercela secara syariy.

Sebagian orang tidak bergabung dalam shalat Jum'at karena alasan-alasan yang tidak berdasar, mungkin juga karena perbedaan pandangan. Apa pendapat Anda tentang hal ini?
JAWAB:
Meskipun shalat Jum'at bersifat wajib takhyiri, keengganan bergabung di dalamnya secara terus-menerus tidaklah berdasar secara syariy.

Apakah boleh melaksanakan shalat dhuhur secara jamaah berbarengan dengan pelaksanaan shalat Jum'at di tempat lain yang berdekatan?
JAWAB:
Pada dasarnya, hal itu tidak dilarang dan menyebabkan mukallaf terbebas dari dzimmah (tanggungan) kewajiban shalat jumat, mengingat bahwa kewajiban shalat Jum'at bersifat takhyiri pada masa sekarang. Namun, mengingat bahwa pelaksanaan shalat dhuhur secara jamaah pada hari Jum'at di tempat yang dekat dengan tempat pelaksanaan shalat Jum'at menyebabkan terpecahnya barisan orang-orang mukmin dan boleh jadi hal tersebut dikategorikan, menurut opini masyarakat, sebagai pelecehan dan penghinaan terhadap imam Jum'at dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap shalat Jum'at, maka orang-orang mukmin tidak patut melaksanakannya. Bahkan, jika tindakan tersebut menimbulkan dampak-dampak buruk dan menyebabkan keharaman, maka mereka wajib menghindari, dan tidak melakukannya.

Apakah boleh melakukan shalat dhuhur pada jedah waktu antara shalat Jum'at dan shalat ashar imam? Jika seseorang, selain imam Jum'at, melakukan shalat ashar, apakah boleh bermakmum dengannya dalam shalat ashar?
JAWAB:
Shalat Jumat cukup mengganti shalat dhuhur. Namun, tidak ada masalah (isykal) melakukan shalat dhuhur untuk kehati-hatian (ihtiyath) setelah shalat Jum'at. Jika ingin shalat ashar secara berjamaah, maka ihtiyath yang sempurna adalah jika ia bermakmum dalam shalat asharnya dengan orang yang juga melaksanakan shalat dhuhur untuk kehati-hatian setelah shalat Jum'at.

Jika imam jamaah tidak shalat dhuhur setelah shalat Jum'at, apakah makmum boleh melakukan shalat tersebut untuk kehati-hatian (ihtiyath) ataukah tidak?
JAWAB:
Boleh melakukannya.

Apakah imam shalat jumat wajib meminta izin (ijazah) dari hakim syariy? Siapakah yang dimaksud dengan hakim syariy? Dan apakah hukum ini berlaku di daerah-daerah yang jauh juga?
JAWAB:
Asal kebolehan menjadi imam untuk mendirikan shalat Jum'at tidak bergantung pada izin dari hakim syariy. Namun, ketentuan-ketentuan yang berlaku atas imam Jum'at yang diangkat oleh wali amr muslimin hanya berlaku bagi imam Jumat yang diangkat oleh beliau. Hukum ini meliputi setiap negara, atau setiap kota dimana wali amr muslimin menjadi penguasa yang ditaati.

Apakah imam Jum'at yang ditunjuk boleh melaksanakan shalat Jum'at di selain tempat yang ditentukan tanpa ada penghalang atau kendala ataukah tidak?
JAWAB:
Pada dasarnya hal itu boleh. Namun, hukum-hukum berkaitan dengan pengangkatan imam Jum'at tidak berlaku atasnya.

Apakah memilih imam-imam Jum'at sementara wajib dilakukan oleh wali faqih, ataukah para imam Jum'at sendiri boleh memilih orang-orang sebagai imam-imam Jum'at sementara (cadangan)?
JAWAB:
Imam Jum'at yang ditunjuk boleh memilih wakil sementara bagi dirinya. Namun, hukum-hukum pengangkatan (nashb) oleh wali faqih tidak berlaku atas ke-imam-an wakil tersebut.

Jika seorang mukallaf tidak menganggap imam Jum'at yang diangkat sebagai orang yang adil, atau meragukan ke-adil-annya apakah ia boleh bermakmum dengannya demi menjaga persatuan muslimin? Dan apakah orang yang tidak menghadiri shalat Jum'at boleh mendorong orang-orang lain untuk tidak hadir?
JAWAB:
Tidak sah bermakmum dengan orang yang tidak dianggapnya adil atau ia ragukan ke-adil-annya. Shalatnya jika dilakukan dalam jamaah bersamanya tidaklah sah. Namun tidak ada halangan menghadiri dan bergabung dalam jamaah secara simbolis (lahiriah) demi memelihara persatuan. Bagaimanapun, ia tidak boleh mengajak dan mendorong orang lain untuk tidak menghadiri shalat Jum'at.

Apa hukum tidak menghadiri shalat Jum'at yang diimami oleh orang yang terbukti kebohongannya, di mata seoarang mukallaf?
JAWAB:
Hanya karena ucapan seorang imam Jum'at terbukti tidak sesuai dengan kenyataan bukanlah bukti akan kebohongannya, karena boleh jadi, ia mengucapkannya karena kehilafan, keliru atau bermaksud lain (tauriyah). Karenanya, ia hendaknya tidak menghalangi dirinya mendapatkan berkah-berkah shalat Jum'at, hanya karena dugaan bahwa imam Jum'at keluar dari sifat adalah (ke-adil-an).

Apakah makmum wajib mengidentifikasi dan memastikan ke-adil-an imam Jum'at yang ditunjuk oleh Imam Khomaini (qs) atau wali faqih yang adil ataukah pengangkatannya sebagai imam Jum'at cukup untuk menetapkan ke-adil-annya?
JAWAB:
Jika pengangkatannya sebagai imam Jum'at menimbulkan rasa percaya dan mantap bagi makmum akan sifat adilnya, maka cukuplah hal itu bagi keabsahan bermakmum derngannya.

Apakah penunjukan para imam jamaah di masjid-masjid yang dilakukan oleh para ulama yang terpercaya, atau pengangkatan para imam Jum'at oleh wali amr muslimin dianggap sebagai kesaksian (syahadah) akan ke-adil-an mereka ataukah tetap wajib menyelidiki ke-adil-an mereka?
JAWAB:
Jika pengangkatannya sebagai imam Jum'at atau imam jamaah menimbulkan rasa percaya dan mantap bagi makmum akan ke-adil-annya, maka boleh bersandar pada hal tersebut dalam bermakmum dengannya.

Jika kami meragukan ke-adil-an imam Jumat atau yakin bahwa ia tidak adil padahal kami telah shalat di belakangnya, apakah kami harus mengulanginya?
JAWAB:
Jika keraguan akan ke-adil-an, atau terbukti bahwa ia tidak adil seusai shalat, maka shalat yang telah anda lakukan sah dan tidak wajib mengulanginya.

Apa hukum shalat Jum'at yang diselenggarakan di negara-negara Eropa dan lainnya oleh mahasiswa-mahasiswa dari negara-negara Islam yang sebagian besar pesertanya, demikian pula imam Jum'at, dari kalangan sunni? Dalam situasi begitu, apakah mereka harus melakukan shalat dhuhur seusai melaksanakan shalat Jum'at?
JAWAB:
Diperbolehkan ikut serta di dalamnya demi memelihara kesatuan dan persatuan muslimin. Dan tidak wajib melakukan sholat Dhuhur (setelahnya).

Di sebuah kota di Pakistan telah dilaksanakan shalat Jum'at sejak 40 tahun lalu. Kini ada seseorang yang menyelenggarakan shalat Jum'at lain tanpa mempedulikan jarak syariy antara dua shalat Jum'at sehingga menyebabkan adanya perselisihan di kalangan jamaah shalat. Apa hukum syariy perbuatan demikian?
JAWAB:
Tidak diperbolehkan berbuat sesuatu apapun yang menyebabkan terjadinya perselisihan antara mukminin dan porak-poranda barisan mereka, apalagi menyebabkan hal tersebut melalui sesuatu seperti shalat Jum'at yang merupakan salah satu syiar Islam dan salah satu simbol persatuan barisan-barisan muslimin.

Khatib masjid jami Al-jafariyah di Rawalpindi telah mengumumkan bahwa shalat Jum'at di masjid tersebut diliburkan karena akan direnovasi dan dibangun. Kini, setelah proses perbaikan masjid telah usai, kami menghadapi problema, yaitu pada jarak empat kilo meter telah diselenggarakan shalat Jum'at di masjid lain. Dengan memperhatikan jarak tersebut, apakah pelaksanaaan shalat Jum'at di masjid tersebut sah ataukah tidak?
JAWAB:
Jika jarak pemisah antara dua (tempat) shalat Jum'at tersebut tidak mencapai satu farsakh syariy, maka batallah shalat Jum'at yang terakhir. Dan jika dilakukan berbarengan, maka keduanya sama-sama batal.

Apakah sah melakukan shalat Jum'at -yang diselenggarakan secara berjamaah- secara perorangan (furada), seperti apabila seseorang melakukan shalat Jumat sendiri berdampingan dengan orang-orang yang melakukannya secara berjamaah?
JAWAB:
Salah satu syarat keabsahan shalat Jum'at ialah dilaksanakan secara berjamaah. Karenanya, tidaklah sah melakukannya sendirian.

Jika seorang yang wajib shalat qashr ingin melaksanakan shalat jamaah, apakah sah jika ia shalat di belakang imam yang sedang shalat Jum'at?
JAWAB:
Shalat Jum'at seorang makmum musafir sah hukumnya dan mencukupkannya dari shalat dhuhur.

Apakah wajib menyebut nama Az-zahra (as) sebagai salah satu imam muslimin dalam khotbah kedua, ataukah wajib menyebut namanya dengan tujuan istihbab?
JAWAB:
Sebutan para Imam muslimin tidak mencakup Az-zahra Al-Mardhiyyah (as). Tidak wajib menyebut nama beliau yang diberkati dalam khotbah Jum'at. Namun tidak ada larangan bertabarruk dengan menyebut nama beliau yang mulia (as).

Apakah makmum boleh melakukan shalat wajib selain shalat Jum'at dengan bermakmum kepada imam yang sedang malaksanakan shalat Jum'at?
JAWAB:
Keabsahannya masih tergolong bermasalah (mahallu isykal).

Apakah sah melaksanakan dua khotbah dalam shalat Jum'at sebelum tiba waktu syariy dhuhur?
JAWAB:
Boleh melaksanakan kedua khutbah sebelum matahari tergelincir (zawal) sedemikian rupa sehingga selesai pada saat matahari tergelincir. Namun, berdasarkan ahwath hendaknya sebagian dari keduanya dilakukan pada waktu dhuhur.

Jika makmum tidak dapat mengikuti dua khotbah sama sekali, melainkan ia hadir saat shalat dilaksanakan lalu bermakmum dengan imam, apakah shalatnya sah dan cukup?
JAWAB:
Shalatnya sah dan cukup apabila sempat mengikuti satu rakaat bersama imam, meskipun ketika imam sedang ruku dalam rakaat terakhir shalat Jum'at.

Di kota kami shalat Jum'at dilaksanakan setelah satu setengah jam dari adzan dhuhur. Apakah shalat ini cukup untuk menggantikan shalat dhuhur, ataukah harus mengulang shalat dhuhur?
JAWAB:
Waktu shalat Jumat mulai dari saat tergelincirnya matahari (zawal). Berdasarkan ahwath, hendaknya tidak menundanya dari saat-saat pertama waktu zawal menurut umum (zawal urfi ) lebih dari satu sampai dua jam berikutnya. Jika belum melaksanakan shalat Jum'at sampai batas waktu tersebut, maka, berdasarkan ahwath hendaknya melakukan shalat dhuhur sebagai gantinya.

Ada seseorang yang tidak mampu menghadiri shalat Jum'at. Apa ia dapat melakukan shalat dhuhur dan ashar pada awal waktu, ataukah ia wajib menunggu hingga usainya shalat Jum'at lebih dulu sebelum melakukan kedua shalat tersebut?
JAWAB:
Ia tidak wajib menunggu, melainkan boleh melaksanakan shalat dhuhur dan ashar pada awal waktu.

Jika imam Jum'at yang ditunjuk dalam keadaan sehat dan berada ditempat, apakah ia boleh menugasi imam Jum'at sementara (cadangan) melakukan faridhah shalat Jum'at? Dan apakah ia boleh (sah) bermakmum dengan imam Jum'at sementara?
JAWAB:
Tidak ada larangan mendirikan shalat Jumat yang dipimpin oleh wakil imam yang ditunjuk. Dan tidak ada larangan imam yang diangkat bermakmum dengan wakilnya.

Wudhu.

Wajib berwudhu untuk setiap sholat, caranya adalah:

1. Berniat (qurbatan ilallah):
2. Membasuh muka bermula dari awal tempat tumbuhnya rambut bagian atas dahi hingga ke ujung dagu, dan melebar seluas antara ibu jari dan jari tengah, sebanyak dua kali.
3. Membasuh tangan kanan bermula dari siku hingga ke ujung jari-jari sebanyak dua kali.
4. Membasuh tangan kiri bermula dari siku hingga ke ujung jari-jari sebanyak dua kali.
5. Menyapu bagian depan sebagian kepala (rambut) dengan sisa basahan air wudhu tangan kanan.
6. Menyapu bagian atas telapak kaki kanan dengan sisa basahan air yang ada di tangan kanan.
7. Menyapu bagian atas telapak kaki kiri dengan sisa basahan air yang ada di tangan kiri.

Perhatian: Jika kepala atau kaki anda basah, maka wajib dikeringkan sebelum menyapunya. Tetapi sisa lembab yang ada selepas dikeringkan tadi, cukup memadai untuk disapu. Muka dan tangan tidak wajib kering sebelum mulai berwudhu. Demikianlah gambaran berwudhu yang wajib mengikuti Madzhab Syiah Ja'fariyyah Imamiyyah.

Muka dan kedua tangan harus dibasuh dari atas ke bawah, bila dibasuh terbalik maka akan membatalkan wudhu.Setelah membasuh kedua tangan maka tiba saatnya untuk mengusap bagian atas kepala dengan sisa air yang ada di tangan kanan, dilakukan dari atas ke bawah.

Selanjutnya dengan tangan kanan, permukaan kaki kanan harus diusap dari ujung jari-jari sampai punggung kaki. Lalu tangan kiri, mengusap kaki kiri juga dari ujung jari-jari sampai punggung kaki.

Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu

1. Buang air kecil, besar dan keluar mani.
2. Tidur yang hingga menghilangkan pendengaran.
3. Segala sesuatu yang menghilangkan akal seperti gila, pingsan dan mabuk.

Sunat-sunat Wudhu

1. Membasuh kedua pergelangan tangan sebelum mula wudhu.
2. Berkumur sekali atau tiga kali.
3. Membasuh hidung sekali atau tiga kali.
4. Membaca doa-doa.

Tambahan: Tidak akan sah suatu sholat kecuali disempurnakan dahulu air wudhunya. Anda wajib melakukannya dengan betul dan sempurna dan bertanyalah jika berhadapan dengan hal-hal yang anda tidak tahu. Jika selepas berwudhu anda ragu-ragu apakah batal disebabkan oleh sesuatu, maka anda boleh menganggap tidak batal tetapi jika anda bukan dalam keadaan berwudhu lalu anda ragu-ragu apakah anda telah berwudhu atau belum, maka anda harus menganggap anda tidak ada wudhu. Dengan demikian anda wajib berwudhu. Demikian juga hukumnya syak dan ragu-ragu di dalam bab mandi dan tayammum.